Khazanah Islam

Doa Sebagai Cermin Ketundukan Hamba Kepada Allah

Oleh: Hadi Tanuji

(Dosen Institut Teknologi dan Bisnis Muhammadiyah Grobogan)

Di tengah masyarakat, sering kita dengar beragam pandangan tentang doa. Tak jarang dalam percakapan sehari-hari di warung kopi, ada saja bahasan tentang doa.

“Jangan terlalu banyak meminta kepada Allah, kamu saja belum taat.”

“Kita itu tak perlu banyak berdoa, yang penting kita berbuat baik saja, maka Allah pasti akan ngasih apa yang kita butuhkan.”

“Kalau tidak yakin akan terkabul, lebih baik jangan berdoa, nanti hanya kecewa.”

“Doa itu hanya untuk orang yang sudah benar-benar saleh, kalau kita masih penuh dosa, untuk apa berdoa.”

 

“Kamu itu sholat aja gak konsisten, kok minta-minta kepada Allah”.

 

Dan masih banyak lagi, ungkapan-ungkapan lainnya tentang doa. Ungkapan-ungkapan semacam ini berkembang luas. Apakah ungkapan-ungkapan ini benar? Bagaimana sesungguhnya Islam memandang doa?

 

Kedudukan Doa

Doa menempati posisi yang sangat istimewa dalam kehidupan seorang muslim. Ia bukan sekadar ungkapan permintaan atau harapan seorang hamba kepada Tuhannya, melainkan juga bagian dari ibadah yang paling utama. Nabi Muhammad SAW bahkan menegaskan bahwa doa adalah inti ibadah, sehingga jelas bahwa berdoa bukan hanya sarana meminta, tetapi juga wujud ketaatan dan penghambaan kepada Allah SWT.

Imam Tirmidzi telah meriwayatkan sebuat hadits dari Anas ra bahwa Rasulullah saw bersabda:

“Doa itu adalah otaknya ibadah”. (HR. Tirmidzi)

 

Dalam banyak riwayat, Rasulullah SAW mendorong umatnya untuk senantiasa berdoa. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:

“Tidak ada sesuatu yang lebih mulia di sisi Allah selain daripada doa.” (HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah)

 

Bahkan, Allah murka kepada mereka yang enggan berdoa. Dengan berdoa, seorang muslim menunjukkan kerendahan hati dan pengakuan bahwa segala sesuatu bergantung pada kehendak Allah semata. Oleh sebab itu, doa menjadi tanda ketundukan yang nyata kepada Sang Pencipta.

“Siapa saja yang tidak mau memohon (sesuatu) kepada Allah, maka Allah akan murka kepadanya.” (HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah)

 

Al-Qur’an juga menegaskan perintah berdoa. Allah berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan bagimu” (QS. Al-Mu’min: 60). Firman ini meneguhkan bahwa doa adalah sarana komunikasi langsung seorang hamba dengan Rabb-nya. Allah bahkan berjanji untuk selalu dekat dan mengabulkan doa setiap hamba yang bersungguh-sungguh berdoa kepada-Nya (QS. Al-Baqarah: 186). Janji Allah tersebut menjadi penghibur bagi hati seorang muslim, baik ketika doa itu langsung terkabul, ditunda hingga waktu tertentu, atau diganti dengan kebaikan lain yang lebih sesuai menurut hikmah Allah.

Demikianlah, doa adalah kewajiban. Doa menunjukkan pengakuan seorang hamba kepada Sang Pencipta. Baik hamba itu sudah saleh atau belum, semuanya tetap diharuskan berdoa.

 

Cara Allah Merespon Doa Hamba-Nya

 

“Tidak ada seorang muslim pun yang berdoa dengan doa yang tiak mengandung dosa dan memutus hubungan silaturrahmi, kecuali Allah akan memberikan kepadanya satu di antara 3 hal: dikabulkan doanya, ditangguhkan hingga hari kiamat, atau dijauhkan dari suatu keburukan/musibah yang serupa.” (HR Ahmad dari Abi Said Al Khudri)

Dalam kehidupan sehari-hari, tak jarang didapati seorang ayah berdoa dengan sungguh-sungguh agar anaknya diterima di sekolah favorit. Namun kenyataannya, anak itu tidak lulus seleksi. Sang ayah kecewa, bahkan sempat merasa doanya sia-sia. Beberapa tahun kemudian, anak itu justru berkembang dengan baik di sekolah lain yang lingkungannya lebih sesuai. Dari situlah sang ayah menyadari bahwa Allah tidak menolak doanya, melainkan mengganti dengan yang lebih baik. Inilah salah satu bukti bahwa doa tidak selalu dikabulkan sesuai keinginan, tetapi selalu sesuai dengan kebijaksanaan Allah.

Kisah semacam ini sering terjadi dalam kehidupan. Kita memohon sesuatu, namun yang terjadi berbeda dari harapan. Saat itu, yang dibutuhkan adalah kesabaran dan keyakinan bahwa Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya.

Jadi, Allah senantiasa mendengarkan doa hamba-Nya. Allah merespon doa hamba dengan:

  1. Dikabulkan sesuai permintaan
  2. Ditangguhkan hingga hari kiamat, berupa pahala
  3. Dijauhkan dari musibah

 

Khatimah

Tujuan doa bukan semata terkabulnya permintaan. Lebih dari itu, doa adalah wujud pelaksanaan perintah Allah dan sarana memperoleh pahala. Jika permintaan seorang hamba dikabulkan, maka itu adalah karunia. Jika ditunda atau diganti dengan kebaikan lain, tetap ada pahala bagi orang yang berdoa. Karena itu, tidak ada doa yang sia-sia.

Doa pun tidak terikat pada bentuk tertentu. Seorang muslim bisa berdoa dengan lisan, hati, maupun ungkapan sederhana sesuai kebutuhannya. Ia boleh berdoa dengan redaksi sendiri, ataupun mengambil doa yang diajarkan dalam Al-Qur’an dan hadits. Yang terpenting adalah kesungguhan hati, keyakinan, serta kerendahan diri di hadapan Allah.

Kesalahan sebagian orang yang merasa doa tidak ada gunanya, atau doa hanya untuk orang yang sudah saleh, adalah pemahaman yang harus diluruskan. Justru doa adalah kebutuhan setiap hamba, baik dalam keadaan senang maupun susah, lapang maupun sempit. Dengan doa, seorang muslim meneguhkan keyakinan kepada qadha dan qadar Allah, serta menyadari bahwa tidak ada satu pun urusan hidup yang berada di luar kehendak-Nya.

Pada akhirnya, doa adalah cermin ketundukan. Ia bukan sekadar sarana meminta, melainkan bentuk nyata ibadah seorang hamba kepada Rabb yang Maha Pengasih. Karena itu, sebaiknya setiap muslim tidak pernah lelah berdoa, sekalipun ia merasa penuh kekurangan dan dosa. Sebab, Allah SWT tidak pernah menolak hamba yang datang kepada-Nya dengan kerendahan hati.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button